ANALISIS KONTRASTIF
Analisis
Kontrastif Mikrolinguistik: Sintaksis dan Leksikal
untuk melihat video presentasi materi ini dapat membuka pada
Dosen
Pengampu:
Prof. Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.
Disusun
oleh:
Hidayat Widiyanto
Marita Wijayanti
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2017
Analisis Kontrastif Mikrolinguistik: Sintaksis dan Leksikal
Dalam pembahasan ini
akan diuraikan subbagian analisis kontrastif ketiga yaitu analisis kontrastif
sintaksis dan leksikal. Namun secara berurutan akan disampaikan terlebih dahulu
leksikologi kontrastif yang meliputi aspek Bidang Kata dan Komponen Semantik.
Dalam tulisan ini juga diberikan contoh sederhana analisis kontrastif sintaksis
bahasa Jerman dan bahasa Indonesia.
Leksikologi Kontrastif
Leksikologi
merupakan cabang linguistik yang membicarakan leksikon. Konsep dasar dari
leksikon adalah leksem. Leksem merupakan satuan bermakna atau satuan terkecil
dari leksikon. Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat makna beserta
pemakaiannya, kosakata, atau daftar kata. Proses dalam leksikologi dapat
digambarkan proses dari leksem menjadi kata.
leksemà proses morfologi à kata
lari à ber-
à berlari
Richard
(1987) memberi batasan leksikologi merupakan telaah butir kosakata termasuk
makna dan hubungannya serta perubahan dalam bentuk dan makna sepanjang waktu.
Leksikologi kontrastif dianggap terabaikan dibandingkan dengan anakon
gramatikal dan anakon fonologi. Hal ini karena ada pengaruh gerakan
strukturalisme dan metode audiolingual yang menekankan prioritas pola
gramatikal. Pada tahun 1920—1930 Edward Saphir dan B.L. Whorf memusatkan
perhatiannya pada masalah determinasi linguistik. Hipotesis Saphir-Whorf
mengatakan bahwa bahasa penentu realitas. Budaya dapat direfleksikan dalam bahasa. Bahasa merupakan bagian integral dari budaya. Pembedaan
leksikal setiap bahasa akan cenderung merefleksikan secara kultural ciri-ciri
penting objek, institusi-institusi dan aktivitas-aktivitas di dalam masyarakat
tempat bahasa tersebut beroperasi. Determinasi itu memunculkan dua tahap, tahap
pertama kebudayaan menentukan bahasa dan tahap kedua bahasa menentukan
pandangan mengenai realitas.
Pandangan Saphir-Whorf menginspirasi pakar antropologi, pekamus, dan
penerjemah terkait dengan lahan leksikologi . Lahan leksikologi kontrastif memiliki
tiga bagian besar seperti yang telah disampaikan, yaitu bidang
antropolinguistik, bidang penerjemahan,
dan bidang perkamusan. Dalam bidang antropolinguistik terdapat upaya keras
dalam menelaah kategori warna dan istilah kekerabatan. Dalam bidang penerjemahan
menginspirasi penerjemah dalam mengalihbahasakan Bibel dan cerita rakyat. Dalam
bidang kamus, muncul adanya kamus dwibahasa. Informasi tersebut dapat dilihat
melalui gambar berikut.
Kamusantr
|
Lahan leksikologi kontrastif
|
antropolinguistik
|
kamus
|
terjemahan
|
Kamusantr
|
Lahan leksikologi kontrastif
|
antropolinguistik
|
kamus
|
terjemahan
|
Kamusantr
|
Lahan leksikologi kontrastif
|
antropolinguistik
|
kamus
|
terjemahan
|
Leksikon
dianggap gabungan tiga spesifikasi, yaitu spesifikasi morfologis, spesifikasi
sintaksis dan semantik.
Selanjutnya,
akan dibahas bidang kata dan komponen semantik.
A. Bidang Kata
Bidang
kata yang dibahas dalam leksikologi kontrastif diperkenalkan dan digunakan
untuk membatasi leksikon menjadi berbagai subsistem kohesif. Bidang ini
memiliki daya gabung dengan tesaurus dan kontras dengan kamus konvensional.
Hartman (1975) mendaftar bidang-bidang kata yang telah ditelaah yang sudah
dikaji yang meliputi,
a. Offence (sakit hati)
b.
Joy (kegembiraan)
c.
Visual perception
(persepsi visual)
d.
Sounds (suara)
e.
Facial expression
(ekspresi wajah)
f.
Colours (warna-warna)
g.
Eating (makanan)
h.
Verb dicendi (verba dicendi)
i.
Parts of the body (bagian
tubuh)
j.
Vehicles (alat
transportasi)
k.
Cooking (masakan)
l.
Artifact for sitting (tempat
duduk)
m. Pipe joints
Berikut ini contoh leksikon dalam tesaurus. Diambil salah satu contoh
leksikon kacau, atau kacau balau.
kacau-balau a acak-acakan, awut-awutan, berantakan,
berarakan, berpesai-pesai, bersepah, berserakan, bongkar-bangkir,
centang-perenang, cerai-berai, kelut-melut, keruntang-pukang, kibang-kibut,
kocar-kacir, kusut, lalu-lalang, malang-melintang, morat-marit, porak-poranda,
ricuh, semrawut, serabutan, tersara bara; (Tesaurus Bahasa Indonesia)
Begitu juga Lehmann (1977) telah mengontraskan verba dicendi dalam bahasa Jerman dan bahasa Inggris. Verba dicendi mengacu pada tindak tutur
seperti say, speak, talk, tell, yang
berekuivalen dalam bahasa Jerman sagen,
sprechen, reden, dan erzaehlen
yang berarti dalam bahasa Indonesia ‘berkata’, ‘berbicara’, dan ‘menceritakan’.
1) Say memiliki
subjek orang, teks, lembaga.
She says …
The book says …
Sagen merupakan
verba insani
Du sagst …
Das book sagt …*
Berkata atau mengatakan dalam bahasa Indonesia
cenderung lebih dekat pada sagen
daripada say.
2)
Speak mengacu komunikasi lisan
He speaks six languages.
He speaks well.
Talk mengacu
kepada kuantitas.
He is greater talker
Reden mencakup speak dan talk.
Er ist gutter Redner
Es redet zuviel.
Dalam bahasa Indonesia bicara lebih dekat mengacu kepada reden.
3)
Tell menyampaikan informasi
He told her a dirty joke
Sagen
berkorespondensi dengn tell
Er sagte den kindern, ruhig zu bleiben.
Erzaehlen memiliki
fungsi penghiburan.
Erzahl uns mal eine Geschichte
Dalam bahasa Indonesia menceritakan bisa masuk kedua konsep tersebut.
Berikutnya
ada contoh beberapa kosakata dalam bahasa inggris pain, ache, smart, sore yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Schmerz atau Schmerzen saja. Semua bagian tubuh yang sakit bisa ditempel- _smerz, contoh Kopfschmerzen, Halschmerzen.
Konsep ini sama dengan bahasa Indonesia dengan menyebutkan sakit pada bagian
tubuh seperti sakit kepala, sakit leher dsb. Akan tetapi, ini berbeda konsep
dengan bahasa Jawa seperti belek ‘sakit
mata’ mumet ‘sakit kepala’. Yang prelu dipahami adalah pembatasan itu bersifat
manasuka
B.
Komponen-komponen
Semantik
Leksem-leksem tersusun dari ciri-ciri atau
“komponen-komponen” semantik. Lyon memaparkan seluk-beluk dari perangkat
kata-kata berikut ini:
man
(laki-laki)
|
woman
(perempuan)
|
child
(anak-anak)
|
bull
(sapi jantan)
|
cow
(sapi betina)
|
calf
(anak sapi)
|
ram
(domba jantan)
|
ewe
(domba betina)
|
lamb
(anak domba)
|
Dari contoh di atas,
dapat dibuat perbandingan-perbandingan sebagai berikut:
Man : Woman : child = bull :
cow : calf
“man”, “bull” adalah adalah male/ laki-laki
“woman”, “cow” adalah female/ perempuan
“child”, “calf” adalah immature/ muda
Kemudian jika dilihat
perbedaan-perbedaan secara vertikal :
· Semua
perangkat pertama adalah human/ manusia
· Semua
perangkat kedua adalah
bovine/ keluarga sapi
· Semua
perangkat ketiga adalah ovine/ keluarga domba
Ciri-ciri di atas
merupakan bentuk-bentuk dari komponen-komponen semantik. Di sini, setiap leksem
merupakan suatu kompleks (kesatuan) dari komponen-komponen di atas: kata “lamb” misalnya dapat dispesifikasi
sebagai bentuk ovine (keluarga domba)
atau immature/ young (belum dewasa/ masih muda) yang berkorespondensi dengan
batasan kamus sebagai “young sheep/domba
muda” atau binatang yang pemamah biak yang suka bergerombol yang masih muda
dari spesies ovis/domba.
Lyon
mengemukakan relevansinya melalui pernyatan berikut:
“It has
frequently been sugested that the vocabulary of all human language can be
analyzed, either totally or partially, in terms of a finite set of semantic,
component which are themeselves indepent of the particular semantic structure
of any given language” (Lyon, op.cit: 472)
Artinya:
“Sudah
sering dikemukakan bahwa kosakata
dari semua bahasa manusia dapat dianalisis, baik secara total atau
sebagian, dari sisi himpunan berhingga semantik,
komponen yang berdiri secara independen dari
struktur semantik khususnya bahasa tertentu”
Jika melihat dari
ciri-ciri fonologis, mungkin saja komponen-komponen akan juga bersifat
universal. Namun, jika dilihat dari segi “arbitrer” atau “manasuka” misalnya,
kita membedakan man dengan woman dan bull dengan cow
berdasarkan seks (kelamin), yaitu apakah male/
laki-laki atau female/ perempuan.
Yang bisa kita lihat dalam realitas keseharian, di mana yang menjadi perbedaan
antara male atau female adalah bentuk rambut atau pakaian.
Selanjutnya, bila
direlevansikan dengan keuniversalan/ keumuman/ kesemestaan, Leech membedakannya
menjadi kesemestaan formal dan kesemestaan semantik dengan pernyataan berikut
ini:
(i) “Semua
batasan leksikal dalam semua bahasa (harus) dapat dianalisis sebagai
seperangkat komponen-komponen”. (formal)
(ii) “semua
bahasa mempunyai kontras antara (misal animate/ bernyawa dengan inanimate/ tidak bernyawa)”. (subtantif)
Kemudian, Leech juga berpendapat
bahwa keyakinan pada postulasi (anggapan dasar) itu:
(i) Biasanya
diterima sebagai yang benar oleh setiap pakar linguistik teoritis; linguistik
memang semuanya berkaitan dengan universal-universal formal. Hal ini
dikarenakan kebanyakan dalam linguistik ketidaksepakatan dalam linguistik memang
berada di sekitar postulasi.
(ii) Universal-universal
subtantif: sebagai seorang linguis, tidak perlu menuntut agar kamus bahasa
mengoperasikan kontras-kontras yang sama. Karena dalam realitasnya terdapat dua
versi hipotesis universal subtantif, yaitu versi kuat dan versi lemah.
Versi kuat (strong version) mengatakan bahwa semua bahasa memiliki kategori
semantik ini dan itu; dan versi kuat ini jelas tidak benar. Versi lemah (weaker version) menyatakan bahwa memang
ada seperangkat ciri-ciri semantik yang universal dan setiap bahasa memiliki
suatu “sub-perangkat”.
Walaupun formula yang
kedua ini lemah, namun Berlin dan Kay (1969) telah membuktikan bahwa pernyataan
itu benar. Dengan membuktikan melalui penelitian di mana mereka mengkalkulasi
(merinci) bahwa terdapat 2048 kemungkinan kombinasi dari 11 kategori warna
dasar, sedangkan berdasarkan studi mereka terhadap 100 bahasa, mereka hanya menemui
22 kombinasi yang terjadi. Hasil dari penelitian itu memperlihatkan adanya
kendala-kendala yang amat kuat yang dimunculkan atau ditimbulkan oleh
bahasa-bahasa dalam cara menata kamus-kamusnya dalam bidang terminologi warna.
Jadi terdapat beberapa
fakta bagi eksistensi kesemestaan semantik subtantif bahasa, hal ini tentunya
menjadi fakta yang sangat menarik bagi para pakar kontrastif tentunya karena:
1. perangkat
kesemestaan itu bagi sang pakar telah menyediakan apa yang disebut sebagai
“tetrium comparationis”, suatu bahan vital bagi setiap upaya
komparatif-kontrastif.
2. fakta
tersebut, membatasi serta menegaskan kepada sang pakar bahwa latar belakang
kesamaan yang medapat tantangan dari keanehan-keanehan B1 dan B2, dan yang
menggerakkan adalah proses interferensi.
Berikut ini adalah
gambar dari “semantic feature complex”, analisis komponen yang menyajikan
kepada para pakar kontrastif perlengkapan atau sarana yang ketiga bagi
upayanya.
Kata Inggris hand,
misalnya bersifat polisemi (mempunyai makna lebih dari satu) dan memiliki empat
pengertian, yaitu:
1) Part of arm, with fingers
(Bagian lengan, dengan jari-jari tangan)
2) On a watch or clock
(“watch” berarti jam tangan atau arloji, “Clock” berarti jam, lonceng, atau jam
dinding).
3) A person who help with works
(Seseorang yang
membantu dengan bekerja)
4) A round of applause
(Sebuah putaran tepuk tangan)
Untuk melaksanakan
Anakon pada tahap ini akan melibatkan hanya penyajian
korespondensi-korespondensi leksikal B1, seperti
· Hand
1 = die Hand (tangan)
· Hand
2 = der Zeiger (kursor/petunjuk)
· Hand
3 = der Hilfsarbeiter (pekerja tambahan)
· Hand
4 = der Beifall (tepuk
tangan)
Dalam bahasa Jerman terdapat penggunaan
partikel der/die/das yang diuraikan sebagai berikut:
· der
: Menunjukkan sebuah benda disebut maskulin jika dikenakan Artikel “der”,
sebagai contoh : der Tisch, der
Kugelschreiber, der Stecker, der Computer, der Wasserhahn (meja, pena, steker, komputer, keran)
· die
: Menunjukkan sebuah benda disebut feminim jika dikenakan Artikel “die”,
sebagai contoh : die Lampe, die
Waschmaschine, die Mikrowelle (lampu,
mesin cuci, microwave)
· das
: Menunjukkan sebuah benda disebut neutral jika dikenakan Artikel “das”,
sebagai contoh : das Hotel, das Auto, das
Radio, das Waschbecken, das Fenster (hotel,
mobil, radio, wastafel, jendela)
Selanjutnya, suatu
Anakon kata demi kata terhadap kata Jerman “Fleisch
/ daging” dengan padanan-padananya dalam bahasa Inggris hanya akan
mendaftarkan hubungan 1:2 saja, dikarenakan kata “Fleisch” ketika diterjemahkan pada saat tertentu menjadi “meat” atau “flesh”. Komparasi leksem demi leksem dari bahasa-bahasa itu tidak
akan begitu berhasil” (Di Pietro 1971:121). Dalam hal ini yang perlu dilakukan
adalah menetapkan kondisi-kondisi yang berlaku. Disini, Analisis komponen
meperkenalkan suatu tingkat lanjutan/ menengah organisasi semantik antara
komponen-komponen dan butir leksikal. Tingkat inilah yang kemudian diisi oleh
kompleks ciri semantik. Setiap kompleks yang seperti itu akan menjelaskan salah
satu dari makna-makna, suatu leksem seperti pada gambar berikut:
L = hand dalam bahasa Inggris dan S1 - S4 merupakan empat sense-nya,
selanjutnya akan diperkenalkan dengan setiap sense dengan bantuan komponennya,
yang kemudian akan muncul seperangkat X-M . berdasarkan uraian tersebut,
terjadilah penetapan-penetapan komponen-komponen seperti berikut:
· Hand 1
: (part of body/ bagian tubuh), (end of arm/ ujung
lengan), (for
holding/ untuk memegang)
· Hand
2 : ( part of clock/ bagian dari jam), (on dial/ di muka arloji), (moving/ bergerak), …
· Hand
3 : (human/ manusia), (working/ bekerja), (wage - earning/ upah - pendapatan) …
· Hand
4 : (human agent/ agen manusia), (public appreciation/ apresiasi
publik), (movement/ pergerakan)
….
Di sini, beberapa
komponen dibagi atau dimiliki bersama atau lebih dari satu makna leksem hand itu: Hand 1, hand 3, hand 4 merupakan human/ manusia, sedangkan hand
2 memiliki hand 4 merupakan komponen (movement/ pergerakan).
Pendekatan terhadap
anakon leksikal ini mencakup pengontrasan semua makna yang dapat dikenali
terhadap leksem-leksem yang disamakan dari B1 dan B2. Ketika telah melihat dan
menemukan bahwa kata Inggris “hand”
dapat bermakna Hand, Zeiger, Hilfsarbeiter, dan Beifall dalam bahasa Jerman.
Bahasa polisemi yang
berbeda seperti itu merupakan sumber kesalahan yang biasa terjadi (umum) di
antara pembelajar B2. Dikarenakan siswa Inggris yang belajar bahasa Jerman
cenderung menggunakan die Hand untuk
mengacu kepada der Zeiger.
Namun, ada pendekatan
alternatif yang didasarkan pada tertium comparationis daripada intensitas
formal kata Hand Jerman dan kata hand Inggris. Inilah pendekatan yang
berdasarkan pada “bidang semantik” atau “semantic
field”. Dan justru dalam kepolisemian di bidang semantik ini akan mengarah
kepada homogenitas atau keumuman maksimum dari komponen-komponen semantik itu.
Dari uraian itu, Bacila
menentukan serta menetapkan sepenuhnya istilah-istilah penyakit fisik dalam
bahasa Inggris dan Rumania dengan mengacu pada setengah lusin komponen: (diffuse/ Menyebar), (continous/ berkesinambungan), (sudden/ tiba-tiba),
(profound/ mendalam), (localised/ terlokalisasi), dan (physical agent/ agen fisik).
Selanjutnya Di Pietro (1971: 118) juga mengenal dan memperkenalkan sebelas
makna “meet” dan “flesh” dengan mengacu kepada enam komponen, yaitu : (human /Manusia),
(concrete konkret), (localised / terlokalisasi),
(animal/ hewan),
(internal/ internal),
dan (edible/ dapat dimakan).
Setelah menetapkan
leksem-leksem B1 yang membatasi pada bidang tertentu , maka akan mengarah
kepada Anakon. Di sini kita akan dihadapkan pada suatu pilihan prosedural:
apakah akan menghasilkan suatu pilihan spesifikasi mandiri terhadap
leksem-leksem B2 (berserta maknanya) bagi bidang yang sama, atau memanfaatkan
ekuivalensi terjemahan.
Sebetulnya, kedua
pendekatan itu adalah “mirror images/
bayangan cermin”. Artinya kalau kita menggunakan yang pertama, maka penutur
asli perlu menyediakan inventarisasi B2, dan setiap leksem dianalisis secara
komponen. Kemudian meningkatlah pada pencocokan prosedur antara B1 dan B2
(beserta maknanya) di mana yang menerima komponen-komponen yang sama itu
merupakan ekuivalen-ekuivalen terjemahan.
Pendekatan kedua dimulai
dengan terjemahan-terjemahan secara tentatif dan analisis komponen berikutnya
merupakan suatu pemeriksaan terhadap kelayakan semua itu.
Lehrer (1969) menganalisis kata COOKING dalam bahasa Inggris dan bahasa
Jerman. Menurutnya kata “cook” memiliki tiga makna yaitu:
·
Dalam pengertian umum, (cook 1)
bermakna “mempersiapkan masakan/ to prepare a meal” dan ini termasuk ke dalam
bidang tugas-tugas rumah tangga seperti clean, wash, repair, dll.
·
Dalam pengertian kurang umum,
(cook 2) berkontras dengan “bake” yaitu yang mengacu kepada persiapan semua
makanan selain daripada yang dijual di toko-toko roti.
·
Dalam pengertian yang menonjol
dan menjadi sorotan Anakon, (cook3) melibatkan penerapan panas dalam berbagai
cara terhadap makanan.
Lehrer berlandaskan
bahwa bidang leksikal yang dicakup oleh cook 3 dapat dibagi menjadi empat
kategori utama yang diwakil oleh leksem-leksem seperti boil, fry, broil, dan bake
2 (yang mengandung pengertian khusus)…. Makanya keempat tersebut merupakan
hiponim dari cook 3. Dan cook 3 merupakan hiperonim atau leksem dasar bidang tersebut.
Broil adalah kata Inggris Amerika yang bermakna “ to cook directly under heating unit or directly over an open fire/ untuk memasak langsung di bawah unit pemanas atau
langsung di atas nyala api”,
dan sejalan dengan kata-kata Inggris British grill dan toast.
Berikut ini adalah
contoh pembuatan subperangkat leksem-leksem dari bidang cook dalam bahasa
Inggris dan bahasa Jerman dengan cara menentukan komponen-komponen semantiknya,
sehingga kita berada dalam posisi melaksanakan anakon tersebut. Perhatikan
gambar berikut:
C1-C5 mengacu kepada
kelima komponen yang merupakan wadah perangkat-perangkat leksem-leksem tersebut
dapat ditetapkan dan dibedakan. Tanda konvensi (+) menyatakan bahwa leksem itu ditandai dengan pemilikan
komponen yang relevan, sedangkan tanda konvensi (-) berarti tidak memiliki
komponen yang relevan, dan tanda O berarti komponen itu tidak menerapkan salah
satu pun secara distingtif.
Berikut ini adalah
kesamaan-kesamaan dan kontras-kontras dari uraian di atas:
· Cook = kochen 1 : keduanya bermakna mempersiapkan
makanan dalam setiap cara yang ditetapkan oleh C1-C5.
· Boil = kochen 2 : yaitu di dalam air, di atas
nyala api, dengan cepat.
· Simmer=
kochen 3 : yaitu di dalam air, di atas nyala api, dengan hati-hati.
Braten ditentukan secara positif
hanya dengan keabsenan air dalam proses pemasakan, segala komponen lain adalah
non distingtif (ditandai dengan O). sekarang braten dapat saja dengan atau
tanpa minyak, misalnya berbentuk kering; braten
dapat juga diartikan sebagai dalam oven atau pada api. Kemudian Bratkartoffein dimasak di dalam panci
atau di atas api, dengan mnyak, yaitu digoreng, sedangkan ein Rindbraten disiapkan di dalam oven,
tanpa minyak; misal roast beef.
Dengan kata lain, braten merupakan istilah yang lebih umum yang menduduki ruang
semantik fry dan roast. Hal ini merupakan bentuk kasus generalitas yang divergen
secara interlingual (antarbahasa).
ntuk membedakan istilah braten itu, dapat ditetapkan dua
istilah, yaitu braten 1 = fry dan braten 2 = roast hal itu digunakan untuk menghindari “analisis terikat” kalau
diperkenalkan dengan lebih banyak komponen.
Calon-calon yang paling
unggul bagi komponen-komponen tersebut adalah “selectional feature” atau ciri-ciri pilihan. Sehingga kita dapat
mengatakan braten 1 memilih
objek-objek seperti Schinken ‘bacon’,
spiegeleier ‘fried eggs’ sedangkan braten 2 memilih sebagai objek berupa
nomina-nomina seperti Rind ‘beef’,
Schweine ‘pork’, dan toast memilih
komponen-komponen yang sama seperti rosten
dan memberi kita Rostbrot buat toast (n). Akan tetapi hubungan itu
tidak selalu begitu jelas; seperti Rostkartoffein
‘baked potatoes’, Rostpfanne ‘freying pan’ dan Rostofen ‘klin’.
Menurut Lehrer (1969;45)
C1-C5 gagal membedakan Roast dengan bake, pemecahan kompromis yang dibuatnya
adalah dalam ‘membuat roast hanya sebagai hiponim parsial bake’. Di sini, kita dapat juga membedakan pasangan ini jika ingin
membuat spesifikasi lebih lanjut dengan bantuan ciri-ciri seleksional; bake/backen memilih bahan-bahan yang
terbuat dari tepung (cake/Kuchen/Gebach)
sedangkan roast/braten memilih
bahan-bahan yang berasal dari hewan misalnya daging.
Berikut ini adalah tiga gagasan semantik:
(i) Boil, fry, roast,
etc, disebut KOHIPONIM dari leksem-leksem dasar cook;
(ii) Hand dan
die Hand berada dalam suatu hubungan
POLISEMI DIVERGEN; dan
(iii) Roast
yang memperlihatkan GENERALITAS DIVERGEN,
(iv) Nosi
atau pengertian nilai yakni SINONIM “kata-kata yang mempunyai denotasi yang
sama tetapi berbeda dalam konotasi”
(Tarigan
1986; 78)
C. Analisis Sintaksis
Berikut
ini beberapa contoh analisis sintaksis kontranstif bahasa Indonesia dan bahasa
Jerman dari segi sintaksis. Sebelum dibicarakan kontrastif kedua bahasa perlu dipahami
terlebih dahulu bahwa Bahasa Indonesia
termasuk pada kelompok bahasa aglutinasi
yang bercirikan penempelan
imbuhan pada kata dasar menjadi kata bentukan.
sementara bahasa Jerman termasuk
kelompok bahasa berfleksi, yaitu terjadinya perubahan bentuk kata kerja sesuai
dengan jumlah dan bentuk subjeknya dan terjadinya deklinasi pada nomina. Pembahasan mengenai struktur kalimat dalam bahasa
Jerman tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan dari peran sintaksis verba.
Sebelum beranjak ke tataran sintaksis berikut ini informasi kontrastif yang
perlu dipahami.
1) Huruf Kapital
Anda Sie
Nomen
2)
Penjamakan (perubahan bentuk)
Buku-buku die Buecher
Para tamu der Gast-Die Gaeste
3)
Struktur frasa kata benda (D-M)
Rumah bagus schone Hause
Rumah sakit Krankenhaus
Seorang gadis cantik eine huebsche
Madchen
4)
Kepemilikan (Pronomina-Kasus-S/Pl-Praposisi)
Buku saya mein
Buch
Mobilnya (dia) sein
Auto
Rumah mereka ihre
Haus
Setelah
memahami beberapa hal di atas masuklah pembahasan pada aspek sintaksis.
5) Struktur verba
Dia membaca buku er liest ein Buch.
Kemarin di toko itu ada buku baru. Gestern gibt es ein neues Buch in der Handlung.
Dia akan membeli buku besok pagi Er will
ein Buch morgen kaufen.
6) Perubahan bentuk verba (tempus-deklinasi)
Minum
Dia minum
kopi Er trinkt
Kaffe
Mereka minum
kopi Er
trinken Kaffe
7)
Perbedaan kala
Saya membeli
buku Ich
kaufe ein Buch.
Saya membeli
buku kemarin Ich kaufte ein Buch gestern.
Dulu saya belajar di Solo Frueher
habe ich in Solo gelernt.
Daftar Pustaka
James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. Cholcester and London: Longman.
Tarigan, Henry Guntur. 1992. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa.
Bandung: Angkasa.
http://franscy91.blogspot.co.id/2014/05/analisis-konstrastif-mikrolingusitik_817.html diakses pada 3 April 2017
http://belajar-jerman.com/penggunaan-artikel-dalam-bahasa-jerman/
diunduh 4/4/2017 pada waktu 10.00 WIB