ANALISIS KONTRASTIF

ANALISIS KONTRASTIF

Ajir Saubada
Muhammad Jalalludin

Program Studi Pendidikan Bahasa
Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta

A.        PENDAHULUAN
Asal mula istilah analisis kontrastif (Contrastive Analysis) dapat ditelusuri pada abad ke-18 ketika William Jones membandingkan bahasa-bahasa Yunani dan Latin dengan bahasa Sanskrit. Ia menemukan banyak persamaan yang sistematis antara bahasa-bahasa itu. Pada abad ke-19 makin banyak penelitian mengenai perbandingan antara bahasa-bahasa. Pada waktu itu yang ditekankan ialah hubungan-hubungan fonologi dan evolusi fonologi serta silsilah bahasa diselidiki dan disusun. Studi ini tidak dinamakan “Analisis Kontrastif”, tetapi “Studi Perbandingan Bahasa”. Hipotesis Contrastive Analyisis mula-mula mendapat perhatian umum dengan munculnya buku Robert Lado (1957) yang berisi suatu pernyataan dalam bagian prakatanya, yakni:
“Rencana buku ini berdasarkan asumsi bahwa kita dapat meramalkan dan menguraikan struktur-struktur BT (bahasa asing yang dipelajari) yang akan menyebabkan kesukaran dalam pelajaran, dan struktur-struktur yang tidak akan menyebabkan kesukaran, dengan membandingkan secara sistematis bahasa dan budaya BT dengan bahasa dan budaya BS (bahasa sumber)” (Lado, 1957: vii).
Lado (1957: vii) meneruskan bahwa dalam perbandingan antara BT dan BS itulah terletak kunci yang akan menentukan mudah-tidaknya pelajaran BT. Unsur-unsur yang sama/mirip antara BT dan BS akan mudah bagi pelajar sedangkan yang berbeda atau berlainan akan sukar baginya. Jadi: kalau suatu studi perbandingan dikerjakan antara dua bahasa, semua perbedaan dan persamaannya akan tampak. Sesudah itu orang dapat meramalkan kesukaran-kesukaran yang akan dihadapi oleh pelajar BT. Buku Lado tersebut dianggap sebagai permulaan “ilmu linguistik kontrastif modern”.
B.        PEMBAHASAN
Analisis kontrastif adalah analisis yang digunakan untuk mencari sesuatu perbedaan yang sering membuat pelajar bahasa kedua mengalami kesulitan untuk memahami dan menguasai bahasa tersebut (James, 1980). Dengan adanya analisis kontrastif ini diharapkan pelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
Pada bagian pembahasan ini berkaitan dengan cabang linguistik yang disebut analisis kontrastif. Maka, pertanyaan pertama yang muncul adalah di mana analisis kontrastif berada dalam bidang linguistik.
1.         Posisi Analisis Kontrastif dalam Linguistik
Istilah 'linguis' dapat merujuk pada: orang yang secara profesional terlibat dalam studi dan pengajaran dari satu atau lebih bahasa, biasanya tidak sendiri atau suatu masyarakat di mana ia bekerja; poliglot, yang mungkin bekerja sebagai penerjemah atau interpreter; seseorang tertarik pada 'language families atau ‘language history’; orang dengan minat filosofis dalam bahasa universal atau hubungan antara bahasa dan pikiran atau kebenaran; serta banyak lagi.
James (1980) mengklasifikasikan linguistic enterpise dengan melibatkan tiga dimensi atau poros:
a.         Sampson (dalam James, 1980) telah menunjukkan bahwa ada dua pendekatan yang luas untuk linguistik, yaitu ‘generalist’ dan ‘particularist’. "Di satu sisi, ahli bahasa menganggap bahasa individual, yakni: Inggris, Perancis, Cina, dan sebagainya. Di sisi lain, mereka menganggap fenomena umum bahasa manusia, diantaranya bahasa partikular". Sampson melanjutkan dengan memperingatkan, agar tidak melihat salah satu pendekatan ini secara inheren unggul dari yang lain, mengklaim bahwa hal itu sebagian besar adalah masalah selera pribadi yang mendekati satu nikmat. Dia juga menyatakan bahwa partikularis akan cenderung antropologis atau filologis, sedangkan generalis cenderung memiliki kepentingan yang lebih filosofis.
b.         Dimensi kedua yang dibagi ahli bahasa yaitu pada orang-orang yang memilih salah satu bahasa dalam isolasi, dan mereka yang berkeinginan menggunakan metode komparatif. Seorang komparatifis (Ellis dalam James, 1980) berasumsi bahwa, setiap bahasa mungkin memiliki individualitas, semua bahasa memiliki bagian untuk dibandingkan dan diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis. Pendekatan ini, yang disebut 'linguistic typology' yang telah membentuk sistem klasifikasi untuk bahasa dunia di mana bahasa berbasis individu dapat ditempatkan sesuai dengan perangkat tata bahasa yang mereka disukai: sehingga mereka berbicara tentang 'sintetis', 'analitik', 'inflektif', ' aglutinasi ', dan 'nada' bahasanya.
c.         Dimensi ketiga adalah yang digunakan oleh De Saussure untuk membedakan "dua ilmu bahasa": Diakronis sebagai lawan dari sinkronik. De Saussure (dalam James, 1980) menjelaskan perbedaan keduanya sebagai berikut: "Segala sesuatu yang berhubungan dengan sisi statis dari ilmu, yaitu sinkronis; segala sesuatu yang telah dikerjakan dengan evolusi, yaitu  diakronis. Kesamaan sinkroni dan diakronik menunjuk pada masing-masing bahasa negara dan evaluasi.
Analisis kontrastif sebuah linguistic enterprise yang baru. Dalam hal tiga kriteria yang dibahas, disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah linguistic enterprise yang bertujuan memproduksi bahasa dengan membandingkan sepasang bahasa.
2.         Analisis Kontrastif sebagai Interlanguage Study
Sejauh ini asumsi terbangun bahwa setiap cabang linguistik memiliki sebagai objeknya sebagau studi bahasa berbasis manusia, yang mengatakan hal yang sama pada bahasa manusia pada umumnya. Ada cabang linguistik, yang disebut 'Interlanguange Study', yang juga berkaitan dengan bahasa berbasis dalam arti konvensional. Ini cabang linguistik yang tertarik pada munculnya bahasa daripada dalam produk jadi.
Ada tiga dua cabang linguistik interlingual: teori terjemahan - yang berkaitan dengan proses konversi teks; analisis kesalahan: dan analisis kontrastif – dua yang terakhir memiliki objek penyelidikan sebagai sarana dimana belajar monolingual menjadi bilingual. 
  Gambar 1. Menggambarkan studi antar bahasa (Interlanguage Study)
3.         Contrastive Analysis Sebagai Ilmu Murni Atau Linguistik Terapan
Seperti yang telah diuraikan perbedaaan mendasar sebelumnya tentang cabang cabang linguistik dalam perencanaan yang lebih luas. Letak perbedaan sangat terlihat jelas antara  Linguistik sebagai ilmu murni dan Linguistik Terapan.
Ada yang berpendapat lain, selain Corder. Mereka meragukan kegunaan dalam menerapkan ilmu linguistik  untuk menjadi solusi pada   semua permasalahan belajar mengajar, bahkan mengklaim bahwa linguistik tidak punya relevansi berkontribusi untuk mengatasi permaslahan ini (Johnson, 1970 dalam Lamendela, 1970, dalam James, 1980).
Mereka mendukung pendapat Comsky (dalam James, 1980), disavowal of any pertinence of linguistik theory to problems of language teaching. Menurut, Politzer (dalam James, 1980) mengangkat, linguistik terapan lebih pada  sebuah kebiasaan, salah satu cara dalam  menerapkan konsep dalam menemukan dan mengatasi permaslahan pembelajaran. Prinsipnya adalah “ How“, bukan lagi “Whattype of subject.
Menurut Wilkins (dalam James, 1980), seems likewise bent on devaluing the currency of the term  ‘ applied’ linguistics, preferring to talk of linguistics providing insights and having implications for  language teaching.
James (1980) memilih pendangan yang berbeda dan berpendapat bahwa linguistik terapan adalah ilmu, sejalan dengan  pendapat Malmberg dalam (James, 1980), bahwa linguistik terapan dapat dan harus dipandang sebagai ilmu pengetahuan sesuai dengan yang dimilikinya, kita meski harus berhati-hati, dan tidak harus mencampuradukan antara hal hal yang bersifat praktek dengan  sicientific murni  penelitian.
Corder (dalam James, 1980), menjelaskan bahwa tetap berdasarkan pada keyakinannya bahwa, linguistik terapan  bukanlah sebuah ilmu pengetahuan, yang tidak menghasilkan atau menambahkan teori melainkan menggunakan atau mengkonsumsi teori. Sekarang ini seorang konsumen sebagai pengguna teori haruslah selektif, harus memiliki standar untuk melawan mengevaluasi sebagai seorang konsumen potensial, teori alternatif yang variatif bahwa yang telah menawarkan padanya. Darimana dia dapatkan standar tersebut tetapi dari teori mana? Pilihannya menjadi panduan oleh sebuah teori yang relevan.
Ada satu alasan yang mendasar mengapa penulis menganggap perlu untuk ditampilkan sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang dinamainya dengan linguistik terapan terlalu sedikit paradoks (slightly paradoxical). Terlalu dini untuk dinamainya sebagai ilmu pengetahuan, tidak ahnya merupakan linguistik akan tetapi psikologi dan sosiologi juga. Dalam penilaian perkembangann pernyataan linguistik murni, para ahli linguistik terapan harus mengembangkan sebatas pada validitas linguistik saja akan tetapi pada sisi psychological dan sebenarnya saya tidak menamainya satu cabang dari linguistik terapan bahwa yang bergantung secara eksklusif pada linguistik murni, semua yang menjadi asupan teori linguistik dengan wawasan lainnya dari dua  cabang ilmu yang telah disebutkan.
Analisis kontrastif, sangat erat hubungannya dengan psikologi. Ada dua alasan memasukkan analisis kontrastif sebagai ilmu pengetahuan pada linguistik terapan: pertama, sangat berbeda dari linguistik murni jika disamakan dengan ilmu lainnya; kedua, karena linguistik adalah ilmu yang banyak diminati.
4.         Contrastive Analysis and Bilingualism
Sesuai dengan karakteristiknya Bilinguallism disebut dengan Interlingual study.  Wandruska (dalam James, 1980) menamainya dengan “Interlinguistics“. Secara umum interlinguistik dikenalnya dengan mempelajari dua bahasa. Itu berarti pembelajarannya tidak hanya berfokus pada bahasa tertentu saja juga tidak pada bahasa secara umum tetapi ilmu yang terkandung pada kedua bahasa tersebut. Cakupan dari bilinguallism itu sendiri, diantaranya: (1) Societal Billingualism; dan (2) Individual Bilinguallisim.
Analisis kontrastif memfokuskan pada dua kategori ini, dari sini juga analisis kontrastif juga fokus pada bagaimana satu bahasa menjadi dua bahasa. Pada kajian ini oleh penulis tidak membahas untuk merekonstruksi ‘History Bilingual’. Menurut Weinreich (dalam James, 1980) dan Haugen (dalam James, 1980) kajian ini difokuskan pada kalangan imigran yang memiliki kompetensi bilingual. Maka, inilah kaitannya dengan asal usul Contrastive Analysis dan Kajian Bilingual.
Penelitian Weinrich dan Haugen, lebih pada analisis bagaimana bahasa kedua, bahasa Inggris-Amerika berpengaruh pada perintah atau aba-aba dikalangan imigran dan bahasa nasionalnya, sedangkan analisis kontrastif lebih konsen pada efek atau pengaruh pada bahasa nasional yang dipelajarinya berbeda.
Weinrich (dalam James, 1980)  mengatakan, itulah yang menjadi kesimpulan dari pengalaman umum, jika hal ini belum dapat diteliti  dalam psycholinguistik, hingga bahasa tersebut dipelajari terlebih dahulu, atau bahasa ibunya, karena posisinya sangat berpengaruh.
C.        PENUTUP
Kajian analisis kontrastif ini dianggap sebagai kajian yang paling sesuai untuk digunakan bagi mencungkil apakah persamaan dan perbedaan yang terdapat antara dua bahasa. Analisis kontrastif sebuah linguistic enterprise yang baru. Selain itu, analisis kontrastif merupakan kajian antar bahasa. Oleh karena itu, analisis kontrastif erat kaitannya dengan kajian bilingual.

DAFTAR PUSTAKA
James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. London: Longman.
Lado, Robert. 1957. Linguistics Across Cultures. Michigan.








***
Untuk menyaksikan video presentasi materi Analisis Kontrastif ini dapat membukanya melalui link di bawah ini:
https://www.youtube.com/watch?v=QrVrqCATSVo