Contrastive
Analysis on Pedagogy and Its Psychological Basis
Disusun Oleh:
Prameswari Putri
Rizky Nugraha
S2 Pendidikan Bahasa Non Reguler
A.
Pendahuluan
Pada dasarnya, Analisis
Kontrastif adalah salah satu cabang ilmu Linguistik Terapan yang fokus utamanya
yaitu membandingkan perbedaan dan persamaan dari kedua sistem Bahasa yang
berbeda. Menurut Mohammad Hossein Keshavarz dalam buku Contartive Analysis and Error Analysis (2011) menyatakan bahwa
Analisis Kontrastif dapat diterapkan di dalam kegiatan penerjemahan dan
kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, namun perlu digarisbawahi bahwa
Kontrastif Analisis dapat diterapkan dalam KBM Mata Pelajaran bahasa asing,
misalnya mata pelajaran Bahasa Inggris di Indonesia yang menurut Hossein bertujuan
untuk “assisting second-language learners
by identifying the probable areas of difficulty they may encounter in learning
the Target Language.” (2011) Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Kontrastif
Analisis dapat diterapkan sebagai pencegah timbulnya kesulitan dan kesalahan dalam
mempelajari bahasa asing karena seperti yang dikatakan Hossein juga bahwa dalam
mempelajari bahasa asing nyatanya lebih sulit untuk diterapkan pemelajar di
negeri asalnya atau istilahnya biasa disebut Native Learners.
Berdasar pada pengertian umum
Analisis Kontrastif, penerapannya di dalam KBM melibatkan dua sistem bahasa
yang berbeda yaitu Bahasa Sumber dan Bahasa Target atau biasa disebut juga
dengan Native Language dan Foreign Language. Sistem Bahasa Sumber
dalam KBM adalah sistem Bahasa Indonesia dan sistem Bahasa Targetnya adalah
Bahasa Inggris. Ellis & Barkhuizen dalam Hossein (2011) mengemukakan cara
penerapan Analisis Kontrastif dalam KBM yaitu, pertama dengan mendeskripsikan
fitur-fitur sistem kebahasaannya dalam sebuah perbandingan antara Bahasa Sumber
dan Bahasa Target, kedua setelah deskripsi perbandingannya dibuat, maka dicari
letak perbedaannya, dan yang terakhir memprediksi kesalahan apa saja yang
kemungkinan muncul. Prediksi kesalahan bertujuan untuk menemukan penjelasan
mengapa dapat ditemukan kesalahan yang dilakukan para pemelajar, dan juga
bertujuan untuk membantu guru agar dapat meluruskan kesalahan-kesalahan yang
nantinya mungkin saja dilakukan oleh para pemelajar.
Carl James dalam buku Contrastive Analysis (1980) menuturkan bahwa kesalahan dalam proses
pembelajaran Bahasa Target memang sangat mungkin untuk ditemukan karena
beberapa alasan, pertama dalam segi kosakata. Beberapa kosakata dalam Bahasa
Sasaran belum atau bahkan tidak memiliki padanan yang tepat pada Bahasa Sumber.
Padanan yang tepat dari sebuah kosakata dapat berterima jika cocok dengan sistem
kebahasaan dalam Bahasa Sumber. Kedua dari segi ujaran. Banyak ujaran-ujaran
Bahasa Target yang tidak serta merta dapat diartikan secara harfiah di dalam
Bahasa Sumber sehingga seringkali muncul kesalahpahaman dalam mengerti maksud
ujarannya. Ketiga dalam struktur pembentuk klausa dan kalimatnya pastilah
berbeda, sehingga pemelajar harus dapat mengadaptasikan dirinya dengan
struktur-struktur kalimat Bahasa Target, dan yang terakhir dari segi grammar. Pemelajar dituntut untuk
memahami dan dapat mempraktikan struktur grammar
Bahasa Target yang sangatlah berbeda dengan Bahasa Sumber, contoh tidak
adanya sistem tenses dalam Bahasa
Indonesia.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut,
pembelajaran Bahasa Asing atau Bahasa Target dalam KBM juga terkait dengan
dasar-dasar Psikologis pemelajar bahwa “The
student who comes in contact with a foreign language will features of it quite
easy and others extremely difficult. Those elements that are similar to his
native language will be simple for him, and those elements that are different
will be difficult.” (Lado dalam Hossein 2011) Kutipan tersebut menjelaskan
bahwa sisi Psikologis pemelajar dalam
penerapan Analisis Kontrastif dalam KBM terletak pada proses penyesuaian
mereka dalam mempelajari sistem kebahasaan Bahasa Target yang seringkali
dianggap lebih sulit daripada sistem kebahasaan Bahasa Sumber dan bahkan
pemelajar akan cenderung lebih menganggap mudah jika ada salah satu fitur
sistem kebahasaan Bahasa Target yang kurang lebih sama dengan Bahasa Sumbernya.
Selain itu, Lado dalam Hossein (2011) juga mengemukakan sisi psikologis
pemelajar dalam penerapan Analisis Kontrastif pada KBM bahwa pemelajar
cenderung akan mentransfer bentuk-bentuk fitur kebahasaan Bahasa Target ke
dalam bentuk-bentuk fitur kebahasaan Bahasa Sumber dan menyesuaikannya dengan
sistem budaya pada tempat asalnya. Pemelajar cenderung akan mengasumsikan bahwa
sistem kebahasaan Bahasa Target juga dapat diterapkan pada sistem kebahasaan
Bahasa Sumber.
Maka dari itu, sisi Psikologis
pemelajar dalam penerapan Analisis Kontrastif pada KBM berkonsentrasi pada
proses transfer dari sistem
kebahasaan Bahasa Target ke dalam sistem kebahasaan Bahasa Sumber yang juga
dikaitkan dengan cara Behaviourist
Psychology dalam penerapan Analisis Kontrastif pada KBM.
B. Pembahasan
2. Transfer Theory
Seperti yang sudah
dikemukakan sebelumnya bahwa pembelajaran Bahasa Target melibatkan proses transfer atau yang dapat diartikan juga
dengan proses memadankan sistem kebahasaan Bahasa Target dengan Bahasa Sumber.
Dalam proses transfer, menurut Osgood
dalam James (1980), dapat berupa positive
transfer (+T) atau negative transfer (-T).
Transfer Positive adalah satu situasi
dalam proses pembelajaran yang membantu atau memberi kemudahan kepada pemelajar
dalam memahami atau mempelajari Bahasa Target. Sedangkan Transfer Negative adalah satu situasi mengganggu atau
situasi yang mempersulit pemelajar. Transfer Negative terjadi ketika sistem fitur-fitur kebahasaan Bahasa Target
sangatlah berbeda dari Bahasa Sumber yang memang menjadikannya sulit untuk
dipelajari dan dipahami pemelajar.
Mengenai Transfer
Positive dan Transfer Negative, Hossein
(2011) juga menambahkan bahwa dalam transfer
terdiri dari beberapa level yang akan dijelaskan berikut ini:
2.1 Level 0
Pada level ini, pemelajar akan
dengan mudah memadankan fitur bunyi, struktur, atau leksikal Bahasa Sumber ke
dalam Bahasa Target karena sistem daripada fitur-fitur tersebut hampir sama
dengan yang dimiliki dalam Bahasa Sumber, contohnya dalam bunyi huruf vokal dan
konsonan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Target dengan Bahasa Persia sebagai
Bahasa Sumber, maka akan terjadi positive transfer yang dilihatkan dalam
tabel berikut:
English
|
Persian
|
+
|
+
|
2.2 Level 1 – Coalescence
Pada level ini pemelajar akan
menemukan satu kata dalam Bahasa Target memiliki yang makna ganda dalam Bahasa
Sumber, contohnya ketika orang asing dari Negara lain, Inggris misalnya, ketika
mempelajari Bahasa Indonesia ada kata “bisa” yang maknanya ganda “bisa racun
ular” atau “bisa” yang berarti “mampu”, maka akan terjadi pemahaman ganda,
namun masih dianggap Transfer Positif.
Bahasa
|
English
|
+ +
|
+
|
2.3 Level 2 – Underdifferentiation
Pada level ini, pemelajaran akan
menemukan kesenjangan antara fitur Bahasa Target dengan Bahasa Sumber, contoh
dalam fitur fonem /x/ dan /q/ dalam Bahasa Inggris yang tidak ditemukan dalam
sistem kebahasaan Bahasa Sumber, yakni Bahasa Persia, maka proses transfer yang terjadi adalah negative transfer pada Bahasa Targetnya.
English
|
Persian
|
-
|
+
|
2.4 Level 3 – Reintrepretation
Pada level ini, pemelajar akan
menemukan fitur-fitur baru yang memberi warna baru pada Bahasa sumbernnya
seperti pelafalan /w/ pada Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Sumber akan mengenal
pembaharuan dengan pelafalan /w/ pada Bahasa Inggris sebagai Bahasa Target dan
proses transfer yang terjadi adalah Transfer Negatif karena pemelajar akan
mencoba mengilhami pembaharuan tersebut.
English
|
Bahasa
|
-
|
+
|
2.5 Level 4 – Overdifferentiation
Pada level ini, pemelajar akan
mendapatkan fitur-fitur baru dalam sistem kebahasaan Bahasa Target yang sama
sekali tidak ada fitur tersebut dalam Bahasa Sumber, misalnya English Phonemes /ð/ dan /Ɵ/ dimana
fonem-fonem tersebut memiliki cara pelafalan baru yang selama ini tidak ada
dalam Bahasa Sumber, yaitu Bahasa Indonesia, maka akan terjadi Transfer Negatif
pada level ini.
English
|
Bahasa
|
-
|
+
|
2.6 Level 5 – Split
Pada level ini, pemelajar akan
menemukan makna ganda dalam Bahasa Target untuk satu makna kata pada Bahasa
Sumber yang dimana pemelajar harus bisa menemukan kriteria pembedanya antara
makna ganda tersebut.
English
|
Bahasa
|
+ +
|
+
|
3.
ANAKON DAN TEORI BELAJAR BEHAVIORIS
Teori
belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Behaviorisme ( teori ataupun psikologi
behavioris ) adalah suatu teori psikologi yang mengutarakan bahwa perilaku
insani dan hewan dapat ditelaah berdasarkan proses-proses fisik saja.
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori
behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Berdasarkan
pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa dasar psikologi Anakon adalah ‘teori
transfer” yang dipaparkan serta diformulasikan dalam Teori S – R (
behavioristik ). Pada tahun 1960-an, dan 1970-an telah terjadi suatu revolusi
dalam bidang linguistik dan bidang psikologi, begitu pun linguistik taksonomik
telah membuahkan tata bahasa generatif, sehingga behaviorisme digantikan oleh
psikologi kognitif.
Psikologi Kognitif sebagai studi tentang kognisi,
proses-proses mental yang mendasari prilaku manusia meliputi berbagai
subdisiplin termasuk memori, belajar, persepsi dan penyelesain masalah.
Psikologi Kognitif adalah suatu cabang psikologi yang menggarap telaah mengenai
hakikat dan pembelajaran sistem-sistem pengetahuan, khususnya proses-proses
yang terlibat dalam pikiran, persepsi, kompreheni, ingatan, dan pembelajaran.
Psikologi
Kognitif telah dikaitkan pada pendekatan-pendekatan mentalistik terhadap
linguistik, terutama Tata Bahasa Transformasi Generatif Chomsky, yang
menghubungkan struktur bahasa dengan hakikat proses-proses kognitif manusia.
Chomsky pun mengadakan tinjauan pada “perilaku verbal” karya Skinner (1957 )
sehingga menimbulkan pertanyaan dari beberapa ahli “ apakah dasar psikologi
Anakon telah runtuh?”
Slams-Cazacu
( 1971-59 ) mengemukakan bahwa: ...dalam psikologi dewasa ini, transfer
dianggap sebagai suatu konsep hipotesis dan kontroversial. Pernyataan ini
merupakan penolakan bahwa teori tranfer bisa jadi tidak dipergunakan lagi dalam
konsep pembelajaran bahasa sebagai dasar psikologi Anakon. Padahal jika
ditelaah dengan benar dan bijaksana, sebenarnya konsep-konsep baru yang
bermunculan dapat kita ambil untuk memperluas konsep-konsep yang ada. Sehingga
dalam perkembangan pembelajaran maupun pemerolehan bahasa akan semakin luas.
Corder mengatakan bahwa “makna yang kita buat
mengenai lingkungan kita bergantung pada apa yang sudah kita ketahui tentang
lingkungan tersebut....struktur-struktur kognitif yang ada dan relevan, bisa
saja struktur-struktur bahasa ibu”. Kita harus menyadari perubahan-perubahan
yang membingungkan dalam terminologi dengan perubahan-perubahan yang
fundamental yang sebenarnya menawarkan alternatif-alternatif penjelasan
mengenai fenomena atau gejala-gejala yang diamati.
Berdasarkan
penjelasan diatas terdapat paling sedikit dua alternatif yang dapat
dipertimbangkan oleh pakar Anakon berkenaan dengan transfer B1, yaitu:
1. Asosiasi
Silang atau Cross Association ( H.V George );
2. Hipotesis
Ketidaktahuan atau Ignorance Hypothesis ( Newmark dan Reibel ).
3.1. Cross Association
Lado
lanjut mengklaim bahwa "kunci untuk mempermudah atau kesulitan dalam
belajar bahasa asing terletak pada perbandingan antara bahasa asli dan
asing". Sehingga pengaruh bahasa asli terhadap bahasa asing akan banyak
memengaruhi dalam proses pembelajarannya.
George
merekonstruksi proses-proses mental induksi dan generalisasi yang tampaknya
dilakukan oleh siswa yang ber-B1 bahasa Jerman dalam memelajari bahasa Inggris.
Pertama-tama siswa memelajari bahwa kata woman bermakna wanita dewasa.
Selanjutnya siswa pun menyamakan woman (B.Inggris) dengan Frau (B.Jerman).
Frau dalam bahasa Jerman bermakna istri/nyonya dan berdasarkan asosiasi
ini woman diartikan “istri/nyonya” menurut siswa tersebut. sehingga,
orang Jerman acapkali menghasilkan kalimat yang salah dalam bahasa Inggris,
seperti:
§ The man
met his woman and children in the park.
Proses
ini biasa disebut “interferensi bahasa ibu”. George menganggap kelebihan B2 sebagai
penyebab “langsung” terhadap kesalahan sejenis itu. Pada kenyataannya bahasa
Inggris mempunyai dua kata woman dan wife untuk kata Frau bahasa Jerman.
Asosiasi
silang atau cross assosiation yang terdapat dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris sering menimbulkan kesalahan dan kelucuan. Misalnya;
Indonesia
|
Inggris
|
Terjemahan
|
Beras
Padi
Nasi
|
Rice
Rice
Rice
|
§
Saya mau makan beras
§ Dia
memasak padi
§
Petani menanam nasi
|
Berdasarkan
kalimat-kalimat yang salah diatas, mereka sebenarnya ingin mengemukakan :
§ Saya mau
makan nasi
§ Dia
memasak nasi
§ Petani
menanam padi.
3.2. Hipotesis Ketidaktahuan
Hipotesis
ketidaktahuan adalah alternatif kognitif lain dalam transfer B1- yang
dikemukakan oleh Newmark dan Reibel (1968) untuk menjelaskan kesalahan siswa
dalam belajar B2. Mereka mengemukakan bahwa “orang dewasa mau saja mengatakan
apa yang belum diketahui bagaimana cara mengatakannya dalam B2, dan dia
menggunakan sembarang cara yang dikehendakinya, ...dan disini tampak jelas
bagaimana terjadinya interferensi...”.
Perlu
disadari bahwa ketidaktahuan bukanlah merupakan suatu kemungkinan terjadinya
interferensi seandainya sarana-sarana formal B1 dan B2 bagi fungsi tertentu
memang sama; dengan demikian maka siswa akan berhasil mentransfer butir B1 ke
dalam B2. Kalau sarana-sarananya berbeda dan kalau butir B1 ditransfer ke B2,
interferensi dan kesalahan bahkan bertambah.
Ketidaktahuan
tanpa interferensi yakni merupakan suatu kemungkinan seperti yang dilihat oleh
Duskora ( 1969:29) pada saat membicarakan kesalahan-kesalahan para siswa Ceko
dalam memelajari bahasa Inggris sebagai B2. Mereka memelajari bahasa Inggris
menggunakan simple perfect untuk semua jenis verba yang berbentuk
kala-lalu walaupun secara fungsional verba simple past tidak sama dengan
verba simple perfect. Perhatikan contoh dibawah ini:
a). Canodd
Sion yn yr eglwys
(
Lit : Sang
John in the church )
John sang in church
b). Mae
Sion wedi cance yn yr eglwys
( Lit : Is John after sing in the church )
Pada
kalimat b) hiereka terlalu mengikuti kalimat, sedangkan pada contoh kalimat b)
kurang memerankan kalimat. Hal ini memperlihatkan interferensi yang sebaliknya
yakni dari B2 ke B1.
Sedangkan
Interferensi tanpa ketidaktahuan juga seringkali memanifestasikan
dirinya dan justru banyak mengecewakan para guru B2. Para siswa memelajari B2
berdasarkan “kriteria” atau “to criterion”. Mereka tidak akan lama
mengingat pola tersebut sampai dua menit kemudian mereka berbuat kesalahan
dengan pola yang sama. Bila guru mengatakan kekecewaannya atas kesalahan yang
kuat, siswa dengan mudah dapat memperbaiki kesalahannya sendiri.
C. KESIMPULAN
Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis) adalah
sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara
bahasa pertama (B1) dan Bahasa Target (B2) yang sering membuat pembelajar
bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa kedua yang
dipelajarinya tersebut.
Dasar psikologis Analisis Kontrastif ada dua, yakni:
1) asosiasionisme, dan 2) teori S – R. Teori belajar asosiatif digunakan dalam telaah-telaah
atau studi-studi mengenai ingatan, belajar, dan belajar verbal. Ellis membatasi
“transfer” bahasa sebagai suatu hipotesis yang mengemukakan bahwa mempelajari
B1 akan memengaruhi cara belajar B2 berikutnya. Transfer dikategorikan menjadi
dua, yakni; transfer positif dan transfer negatif.
DAFTAR PUSTAKA
James, Carl. 1980. Contranstive Analysis, London, UK:
Longman.
Keshavarz, mohammad hosein. 2011. Contrastive analysis and error analysis. Iran: Rahnama Press
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran
Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.